Dirut BRI: Industri Perbankan Pelit

VIVAnews - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Sofyan Basyir mengaku industri perbankan sangat pelit dan penuh hitung-hitungan. Namun, bank mendukung sepenuhnya program kredit usaha rakyat (KUR).

Hal itu diungkapkan pimpinan nomor satu BRI menanggapi keluhan anggota DPR yang menganggap bunga pinjaman bank pemerintah terlalu tinggi, sementara pihak developer bisa memberikan bunga nol persen.

"Tidak ada itu yang namanya bank memberikan bunga nol persen," ujar Sofyan dalam Rapat Kerja Deputi Perbankan dan Jasa Keuangan Kementerian BUMN dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 2 Maret 2010.

Sofyan mengatakan, tanda-tanda pelitnya dan hitung-hitungan bank terlihat dari kebiasaan petugas bank yang masih melakukan penagihan maupun penghitungan pada hari libur.

Kendati disebut pelit, Sofyan juga menuturkan bahwa seluruh bank BUMN terutama BRI sangat mendukung upaya pemerintah menjalankan program KUR.

Usulan Kejaksaan Izinkan Lima Smelter Perusahaan Timah Tetap Beroperasi Disorot

Kredit murah tersebut, dianggap sangat membantu masyarakat kelas bawah yang selama ini mengandalkan pembiayaan dari tengkulak dan lintah darat.

"Selama ini, petani membiayai modalnya dari tengkulak dan lintah darat karena permasahan kredit usaha mikro adalah akses, kecepatan, dan kemudahan," katanya.

Pada bagian lain Sofyan meminta, setiap pihak memiliki persepsi berbeda mengenai pengenaan bunga KUR yang mencapai 22 persen atau lebih tinggi dari bunga komersial.

Bunga tersebut seharusnya tidak disamakan dengan bunga dari pinjaman korporasi yang nilainya mencapai miliaran rupiah. "KUR itu hanya meminjam Rp 2 juta yang digunakan oleh petani sayur, penjual rokok, dan pengusaha mikro lainnya," katanya sambil menambahkan masyarakat tidak bisa menyamakan antara orang yang baru berusaha dengan yang sudah pandai berusaha.

BRI juga mengimbau, agar pembuat kebijakan tidak menakut-nakuti kalangan perbankan nasional mengenai kredit macet KUR. Sebab, berdasarkan pengalaman BRI, program tersebut mampu memberdayakan masyarakat miskin yang tadinya tidak memiliki pekerjaan dan modal untuk berusaha.

"Kami mempunyai risiko 30 persen. Jangan kami berani ambil risiko, tapi orang lain melarang kami beresiko. Kalau KUR itu macet tidak apa-apa, yang penting kreditur sudah usaha," kata Sofyan.

Selain kredit bermasalah (NPL), risiko bisnis yang dimaksud BRI adalah adanya moral hazard dari kredit yang mengajukan kredit.

Sofyan bercerita, masih banyak kredit yang mengajukan kredit sebenarnya bukan untuk membantu permodalan, melainkan hanya ingin meminta uang pemerintah. Risiko lain adalah seringkali BRI berhadapan dengan pemerintah daerah yang meminta agar kredit tidak perlu dibayarkan.

"Dari tiga syarat yang harus dihilangkan dalam KUR adalah prospek usaha dan neraca cukup ketepatan membayar KUR saja. Aku sungguh mati rasanya, KUR itu pas banget untuk kasih kepada orang miskin. Malah KUR dipakai untuk menabung yang kedua kalinya," kata dia.

antique.putra@vivanews.com

Mahfud MD Blak-blakan Soal Langkah Politik Berikutnya Usai Pilpres 2024
Jemaah haji Indonesia mendengarkan khutbah Subuh jelang wukuf.

Cegah Informasi Simpang Siur, Jemaah Haji Diimbau Tak Bagikan Kabar Tidak Benar di Media Sosial

Menurut Direktur Bina Haji PHU Arsad Hidayat, jemaah haji diminta tidak asal membagikan informasi yang beredar di media sosial yang belum jelas kebenarannya.

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024